Rian Behind The Rain


Hari ini hujan. Aku banjir pejuh di hatiku. Mataku berliur melihat pemandangan nan aduhai ini. Uhm.. Cetakan yang menggiurkan. Batang jantan itu menggunung dengan padat dan besar. Tubuh atletis yang dibentuk oleh latihan rutin. Aku seperti menonton film dewasa kesukaanku. Tubuhnya tampak sangat menggoda dibalik seragam putih sepak bola mereka yang kini basah menjiplak lekuk tubuhnya itu. Aku mencintai batang kejantanan Rian sejak saat aku tanpa sengaja melihatnya asyik kencing di toilet sekolah.
"Pip... pip... piiiip..." peluit panjang menutup permainan mereka. Skor akhir 3-0 atas kemenangan tim sekolah kami. Dari jauh aku melihat senyum bangga terselip di bibirnya. Dia memang striker hebat. Dia sangat pandai membuat goal seperti goal yang selalu ia buat di hati para gadis dan homo seperti kami. Rian yang cool dan batangnya yang besar adalah kombinasi favorit setiap gay dan bisex. Begitulah yang aku tahu.
"Pendaftaran Anggota Exkul Sepak Bola Telah Dibuka" aku berteriak ketika kesempatan emas untuk mendekatinya datang.
Oh iya, namaku Alvin. Aku siswa pindahan dari Jakarta. Ayah dan Ibuku sibuk bekerja. Jarang saja mereka punya waktu untukku. Aku punya dua kakak, semuanya perempuan dan ikut suaminya masing-masing. Aku tinggal kos di Jogja ini. Aku baru 2 bulan pindah dan orang tuaku tidak tahu kabar itu. Lebih tepatnya, aku kabur dari rumahku sejak 2 bulan yang lalu.
Singkat cerita, hari pertama audisi klub sepakbola kami, peserta akan diuji satu persatu mulai dari yang memilih posisi gawang sampai striker. Dan itu sukses membuatku gugup. Rian nampaknya tak begitu antusias dengan audisi ini. Tapi aku masih semangat, aku akan mendekatinya setelah jadi anggota team ini. Itu pikirku. Tapi..
Abu yah abu, air yah air. Itulah nyatanya. Ketika peluit ditiup, aku mencoba menendang sebisaku tapi yang aku dapat hanya ejekan dan cemoohan. Namun itu tak berarti apa-apa untukku. Aku hanya peduli pada tanggapan seseorang. Hanya seorang Rian. Tapi diluar garis mampuku, aku tak bisa menghasilkan goal, malah melenceng jauh.Tak ada yang dapat membuat Rian tertarik padaku. Ia masih sibuk mengutak atik hpnya. Tak ada yang bisa membuatnya mengarahkan pandangannya padaku. Dan akupun menyerah. Untuk pertama kalinya hatiku layu karena diacuhkan.
"Rian, ayo ajarkan teman baru kita ini cara menendang bola. Alvin jadi keepernya." Perintah pak Toni muda pada kami. Aku dapat tugas baru, aku gugup. Aku belum pernah main bola jadi keeper, biasanya aku jadi penonton. Terlebih yang akan menendang adalah Rian. Seorang striker handal seluruh SMA.
"Kok saya, Pak? lagian nendang bola aja gk bisa, mau jadi keeper?" protes Rian. Kata-katanya memang kasar tapi aku tipe orang yang tahan banting. Kesempatan dari pak Toni harus aku manfaatkan.
Meskipun protes, melihatku yang serius dalam posisiku, Rian mulai mengambil posisinya. Ketika pluit berbunyi kakinya bergerak acak, aku lihat dari jaraknya kaki Rian yang akan menendang adalah yang kiri. Menurut arah dan kecepatan angin saat itu, dipengaruhi kuat tendangan yang aku perkirakan dari kecepatan larinya serta massa dan permukaan bola, aku yakin bola akan sampai pada 0,6 meter samping kiriku pada detik kedua. Dan yap,, aku berhasil menghitungnya dengan tepat sehingga tanganku sangat tepat berada disana. Namun sayangnya bola masih tetap goal.
Aku menjerit kesakitan mengibas tanganku berharap angin menyejukkannya. Air mataku sedikit mencair di pelipis mataku. tendangan Rian kuat sekali. Saat ku buka pelindung tanganku, tanganku sudah merah. Aku berpindah mata ke arahnya, penasaran secuek apa dia. Ternyata dia sudah tak ada muka di sana. Entah karena merasa bersalah atau tidak berperasaan barangkali. Aku menggigit bibirku. Lalu teman-teman baru tim sepak bolaku yang tadi sempat menertawaiku memberiku sebuah botol spray penenang syaraf dan itu bekerja.
"Selamat Alvin kamu lulus sebagai keeper. Saya tahu kamu punya bakat." ucap pak Toni menjabat tanganku. Aku gembira sekali mendengarnya. Lalu pujian-pujian mulai membanjiri telingaku. Teman-teman baruku itu memujiku karena aku orang kedua setelah seorang pak Toni yang dapat menebak arah tendangan Rian dengan baik. Wahh, aku mulai menaruh pikiran tentang seberapa hebat guru muda itu.

Rian Behind The Rain - Cerita Gay Khusus Cowok

Aku masuk ke kelas dengan perban yang menarik perhatian warga kelas. Tapi tetap saja, pemandangan sama terus aku dapat dari Rian. Ia masih mengutak atik hpnya. Aku menggigit gigiku sendiri, aku berjalan mendekati bangkunya memasang wajah kesalku. Aku berdiri di depannya lima menit sudah, tapi dia tak menghiraukanku.
“Hah,, anak macam apa dia?” batinku. Teman-teman kelas memperhatikan tingkah kami satu sama lain.
"Heh, lo gk mau minta maaf?" tanyaku menarik kembali fokus teman-teman sekelas. Ia mengangkat matanya, menatapku dengan sadis. Tapi aku tak anyak ragu. "Jawab!" pintaku agak keras.
Rian kemudian berdiri menatap lekat mataku dengan amarahnya.
"Buat apa gw minta maaf? Harusnya gw bilang sama-sama udah bikin lo diterima di klub." sanggahnya berlalu menabrak lenganku. Aku melihat pandangan bingung dari teman-temanku. Aku kacau saat itu. Untungnya, tiba-tiba namaku dipanggil melalui speaker sekolah. Akhirnya aku punya alasan untuk berpindah dari tempatku berdiri.
"Olimpiade?" ujar temanku terkejut saat aku kembali ke kelas saat jam pelajaran berlangsung. guruku menanyakan keterangan keterlambatanku dan aku menjawab apa adanya. Tentu saja yang aku harapkan adalah wajah terkejut Rian. Tapi itu seakan mustahil. Dia sama sekali tak tertarik untuk melihatku. Dia justru asik mengalihkan pandangannya ke jendela.
"Bu, saya kan bakalan masuk Olimpiade, boleh gk saya minta ganti tempat duduk?" tanyaku sambil menatap Rian yang masih acuh sedikit mempermainkannya.
"Loh kenapa? Kamu mau duduk dimana?"
"Gak konsen deket Dodit Bu." kataku menyalahkan seorang siswa terribut dan terbodoh di kelas kami. "Boleh gak saya pindah ke bangku samping Rian? Soalnya Rian anaknya tenang." ujarku tak memberi ruang bicara guruku itu.
"Boleh, karena ibu adalah wali kelas, kamu ibu bolehkan." Hatiku bersorak menang. Ku lihat ekspresi Rian tidak suka mendengarnya.
Aku langsung duduk di sampingnya. Tak lupa memberi bisikan pengantar, "Kamu kenapa sih?". Sebuah bisikan yang cukup mengganggu seharusnya. Namun, dia masih diam saja. Membuatku merasa jengkel dan mengambil langkah ekstrim.
"Bu, Rian kayaknya gk suka saya duduk disini, Bu." Ucapku memecah keheningan kelas yang baru saja aku mulai.
Yaps,, trikku sukses. Dia langsung melihat dan memandangku lekat-lekat meski dengan tatapan sangat kesal. Akhirnya aku mendapatkan tatapannya lagi. Yess!!
"Apa benar itu, Rian?" sahut bu guru menanyai Rian. Hatiku tertawa puas mengejeknya.
"Gak Bu. Alvin cuma salah paham." Uhhhhmmmm,,, Rian macho banget nyebutin nama gue..
"Iyah Bu, saya cuma gk ngerti dia diam kenapa." lanjutku menutup kasus. Sekarang aku duduk berdua dengannya. Rian mulai merasa bosan nampaknya. Dia mulai tidur di bangkunya. Aku terpaku melihat pemandangan aduhai di depan mata kepalaku saat ini. Bibir seksinya agak terbuka, sangat sensasional membangunkan batangku. Aku cepat-cepat membuka handphoneku dan mengambil gambarnya. Dann,, Yesss!! Dapat. Senang sekali rasanya hari ini. Sorakku dalam hati dengan wajah yang tersenyum lebar selebar-lebarnya.
Bel pulang pun berbunyi. Rian berjalan cepat. Tapi aku terus mengejarnya.
"Hey, tunggu dong!" teriakku mengejarnya. Tapi bukan Rian namanya kalau dia mau mendengarkanku semudah itu. Brrmmm... Sebuah motor gede berhenti di depan kami. Membuatku terkejut.
"Hy Rian, Hy Alvin! Barengan yah?" ucapnya tersenyum lirih. Itu suara Pak Toni. Dia mengendarai sebuah motor besar membuatku agak “Uhwow!” dan “Heeh?”. Lagipula, ada apa dengan pertanyaan dan senyumannya itu? Bikin kesel aja.
"Gk.." Rian menjawab dan berlalu bagai angin. Tak terasa kini tinggal aku dengan pak Toni muda yang cukup sweet ini yang tersisa. Tapi aku cuma suka sama Rian....
"Gimana? Mau pulang bareng Bapak aja? Bapak juga searah rumahmu kok." katanya menawarkanku jasa. Aku tak tahu harus jawab apa, toh Rian sudah pergi jauh tak terkejar. Jadi,, aku menurut saja.
Dan di sinilah aku. Dibonceng pak Toni sweet menggunakan motor gedenya sambil sedikit berulah. Ya, di jalan pak Toni sering banget ngerem mendadak, saat ku tanyakan kenapa, pertama dia jawab ada tanjakan gk keliatan, kedua ada tikus lewat, tiga salah nginjek, terus jawabannya yang terakhir emang motornya selalu kyak gini. Huffttt,, dan aku mulai merasa curiga pada si sweet yang satu ini.
"Vin, bapak gk mau di ajak masuk-masuk dulu nih?" katanya basa-basi setelah aku turun dari motornya dan langsung berjalan ke rumahku.
"Heeeh,, eng,, Ayo pak klo mau mampir dulu!" kataku salah tingkah. Aku sedang tidak mood pada si sweet satu ini. Aku juga sedang tidak mood buat nerima tamu. Dan lagi, aku tak pernah menerima tamu kecuali para homoseks di rumah kecil nenekku ini.
Bodohnya, si sweet ini lalu langsung memarkirkan motornya ke dalam garasi rumah ku. Nih orang tua mau lama-lama kali ya di rumah gw? batinku mulai muak.
"Waah,, rumahmu klasik sekali." ujarnya mengagumi rumah kecil nenek.
"Iyah pak, ini rumah grandparents ku." jawabku seadanya.
"Klo udah di rumah manggilnya mas aja kali." katanya lagi-lagi membuat aku heran. Manis sih manis, tapi gw kan sukanya sama Rian, bukan dia.
"Oh ya, kamu tinggal sendiri kan? Kapan-kapan boleh dong mas ke sini main-main bareng kamu." Bareng kamu? Batinku lagi-lagi berkata iyyyuwh...
"Ah,, klo itu aku gk janji pak, eh mas.. soalnya aku sering bolak balik ke rumah ortu atau kakakku." balasku menghindar.
"Oh,,, gitu?" ia nampak kecewa dan sedikit berpikir. Entah dia curiga aku bohong atau dia ingin cari alasan lain biar bisa main lagi ke rumahku.
"Mas mau sampe malam disini? Kebetulan aku lagi ada jadwal Bimbel hari ini. Jadi kayaknya gk bisa nemanin mas." Aku mulai berusaha mengusirnya. Jujur aku sedang ingin mengganggu Rian lewat pesan dan email homoseksku.. Tapi diluar dugaan, ia malah bisa lebih lama lagi disini.
"Tenang aja, kan yang ngajar bimbel kamu Mas Toni." katanya mengunci mulutku. Wah, aku di skakmat.
"Oh, yaudah klo gitu mas. Ntar kita barengan aja. Sekarang aku mau siap-siap." kataku langsung masuk ke kamarku meninggalkannya sendiri di ruang tamu. Aku membuka satu persatu pakaianku, lalu celanaku. Kini aku telanjang bulat. Tapi, kenapa aku merasa seperti sedang diintip yah? Batinku bicara. Mungkin karena keberadaan pak Toni. Pikirku lagi.
"Vin, ambilin minum dong buat tamunya." suara pak Toni menyeruak dibalik pintu. Tak sadar aku berbalik dan dia melihat seluruh tubuhku.
“Shitt,, Fuck banget nih guru!” makiku dalam hati. Aku terbiasa bebas di rumah ini karena aku hanya sendiri disini. Makanya aku tak menghiraukan keberadaanya dari awal.
"Pak, ketok-ketok dulu dong." bentakku. Ia mulai maju ke arahku.
"Ehh jangan rese deh,, keluar sana. Mau ngapain lo?" teriakku tak suka melihat tingkahnya. Dia menyeringai aneh ke arahku membuatku mau tak mau mulai tidak sopan padanya.
"Teriak aja, kamu gk punya tetangga. Rumahnya aja gak ada." ejeknya semakin mendekat. Kini ia satu langkah di depanku.
Brakk..
“Rasain tuh." kataku setelah puas meninjunya menggunakan pejal baja yang sering ku pakai latihan dikamarku. Ia masih bersikeras meraihku.
"Mau gw bunuh loe?" kataku mengancamnya dengan alat penyetrum yang sudah ku sediakan untuk berjaga-jaga. "Gw anak orang kaya, bunuh satu orang kyak loe gak apa-apa." timpalku lagi. Tentu saja itu bohong. Mana berani aku membunuh orang. Tapi untungnya itu berhasil membuatnya melarikan diri.
LOVE IS NOT ALWAYS ABOUT HAPPINESS : BACA JUGA - LOVE SEASON
Esok harinya di sekolah, aku dan mas Toni tetap menjaga sikap kami sebagai guru dan siswa. Kami berinteraksi layaknya tak pernah terjadi apa-apa. Entah dari mana sifat pemaaf dan sabarku datang. Namun yang pasti selain karena itu, aku tak mau membuat masalah dengan mas Toni karena aku takut aku juga kena imbasnya. Nanti jika diadakan penelitian, aku gak punya bukti kuat. Dan aku juga takut, klo ditelusuri lebih lanjut malah rahasia seksualku juga ikut kebongkar. Maka haripun berlalu seperti biasa.
Malam harinya, karena bosan aku menulis surat untuk Rian. Aku mengungkapkan semua perasaanku padanya dan akan kumasukkan ke dalam tasnya besok. Ketika aku menulis surat itu aku mendengar suara seperti benda jatuh. Tapi ketika kulihat ternyata aku lupa menutup jendela rumahku. Akupun menutupnya dan berbalik menuju kamarku. Tiba-tiba aku melihat Toni dan satu orang temannya sedang mengacak kamarku. Mereka berhasil menguasai pengamananku. Teman Toni segera maraihku dan memelukku dari belakang. Dengan kasar dia menggosokkan batangnya ke pinggangku. Aku berusaha meronta. Tapi pelukannya terlalu kuat karena ototnya besar. Kini giliran Toni. Ia perlahan melangkah ke arahku. Posisi awalnya memang temannya ada di pintu jadi dekat denganku, sedangkan Toni agak dalam. Ternyata ia memergoki suratku. Kulihat ia memegangnya dan memamerkannya padaku.
"Ohoho, jadi Rian rupanya yang mengalahkanku. Cinta di balik hujan? Hahaha" ejeknya.
"Lepasin! Dasar sialan. Rian emang ngalahin lo, bagai langit ama tau gk? TAI Lo..!!" makiku membalasnya. Yess,, trikku berhasil, ia marah dan langkahnya dipercepat ke arahku. Sekarang saatnya aku beraksi..
Saat dia berada setengah meter di depanku, aku menggunakan kekuatan pelukan teman Toni untuk bergantung dan langsung saja ku tendang dengan keras telurnya yang menggantung itu.
“Uwwhh pasti sakit deh. Hahahh..” ejekku tertawa. Temannya terkejut melihat aksiku, secepatnya aku memanfaatkan kesempatan itu sebelum ia sadar pada gerakanku. Aku melemaskan tubuhku agar dekapannya jadi longgar, dan akupun mengerahkan jurus beladiri yang sering kulatih sendiri. Sekarang aku berhasil lolos dari mereka. Aku berlari sekuat mungkin mencari bantuan. Aku berteriak maling, namun hingga warga datang mereka sudah kabur.
Keesokan harinya, saat proses belajar akan berakhir, aku berkata pada wali kelasku, kebetulan hari itu jadwalnya.
"Bu, saya minta maaf Bu. Saya tidak bisa ikut olimpiade lagi. Alasannya saya tidak bisa memberitahukannya Bu." ucapku memelas.
Kali ini aku sadar bahwa Rian menatapku.
"Loh, kenapa Vin? Bukannya kamu sudah pernah menang ke tingkat nasional? Sayang loh jika tidak dilanjutkan." kata bu guru membujukku.
"Maaf bu tapi saya gk bisa. Oh ya, saya mau minta izin berlibur bu, sebulan. Saya rindu pada orang tua saya di Singapur." kini air mataku telah mengalir deras menyadari kenyataan bahwa aku hampir diperkosa dua laki-laki di rumahku sendiri. Tiba-tiba aku merasa butuh sosok yang teduh. Aku ingin melihat orang tuaku.
Sekolah hari ini selesai dengan tanda-tangan Kepsek yang mengijinkanku untuk berlibur. Ketika sore aku masih masuk klub sepakbola, tapi aku telat karena sempat mikirin mau datang apa nggk. Saat aku melewati sebuah ruangan menuju lapangan, aku mendengar suara Rian dan Toni. Dan sialnya Toni memberitahukan semuanya pada Rian. Saat itu aku langsung pulang dan terbang ke Singapura. Selama perjalanan aku tak berhenti memaki dan membenci Toni. Hidupku mulai sulit karena dia. Kini, tidurpun terasa sangat sulit.
Sampailah aku di Singapura. Hp, ipad, dan semua yang dapat menghubungkan aku dengan sekolahku telah ku nonaktifkan. Tak akan ada masalah selama sebulan kedepan kata batinku menguatkan diri. Mama juga telah menungguku.
"Mah, kok tumben mama jemput?" tanyaku lirih tak percaya.
"Mama denger kamu nangis di kelas. Maafin mama yah.." katanya tersenyum manis meluluhkan hatiku. Aku langsung memeluk mama dan tenggelam dalam tangisku dipelukannya. Mamapun memelukku erat sambil terus mengucap maaf. Hari indah ini karena masalah yang dibuat Toni, batinku malah mulai mengucap terima kasih buat si brengsek Toni. Berkatnya aku bisa berada di sini sekarang bersama ibuku.
Kehidupan bahagia dan liburan yang sangat berartipun selama dua minggu aku jalani bersama mama dan seminggu bersama keduanya pada minggu kedua. Masuk minggu ketiga, mama dan papa gk bisa bersamaku karena hanya diberi cuti sebentar. Akhirnya aku kembali kesepian. Aku mulai merasa rinduku pada Rian memuncak. Lalu tak tunggu lama aku membuka teknologi canggih milikku. Aku menjalankan program hacking untuk mencari komputernya dan memainkannya sesukaku. Aku memasang foto gay yang sedang berhubungan di komputernya. Aku ternyata menghidupkan komputernya yang mati. Lalu aku membuka webcamnya. Wooooooowwww.... Aku dapat suprise. Komputernya ternyata ada di dalam kamarnya. Dan pemandangan yang aku lihat saat ini, Rian sedang mengocok batangnya sambil menonton bokep dan ia tak mengenakan sehelai benangpun ditubuhnya. Aku benar-benar kepanasan dibuatnya.
Cusss... Tiba-tiba dia sadar kalau ada orang yang meretas komputernya. Siip aku matikan komputerku dan langsung pesan tiket online. 23.30 aku sudah sampai. Aku ke rumah Rian tengah malam. Aku yakin tadi Rian menonton film gay. Selain itu dari daftar riwayat downloadnya pun aku menemukan segudang petunjuk sekaligus alasan aku berada di sini. Di rumahnya. Kulihat masih ada satu kamar yang lampunya belum mati.
"Teeet..." bunyi pintu mengagetkanku. ternyata Rian. Dia sedang berbicara dengan seseorang lewat telepon.
"Iya mah, udah. Mama tenang aja. Mama sama papa senang yah di sana!" ucapnya menutup telpon.
"Mamamu cerewet yah?" sahutku pelan mengagetkannya. Kini aku sudah memeluknya erat. Sangat erat. Takkan kubiarkan ia terlepas. Aku menggosokkan batangku ke bongkahan pinggulnya yang aduhai. "Kamu suka, kan?" "Kamu pengenkan manjain cowok kyak gini? Aku juga mau. Manjain aku aja. Mumpung gk ada orang dirumah kamu. Di sini cuma ada kita berdua. Manjain aku sepuas kamu. Sepuas kamu." Rayuku sambil terus merangsangnya.
Dan itu nampaknya berhasil. Terbukti Rian mendengus kenikmatan. Dia melepas tanganku dengan paksa. Rian mulai menciumku. Kami saling melumat dengan ganas diselimuti nafsu birahi kami. Aku menjilati bibirnya dengan cepat dan slurp slurp.. Kemudian berganti dengannya cepat dan ganas sekali. Kami saling mengulum lidah selama beberapa menit. Tak sadar kami telah tak berbusana sama sekali diatas kasur empuk Rian.
Aku sedang berhadapan dengan batangnya. Kucium kepala batangnya, uhmm... uumm.. ehmm... hosshh.. akhhh... sssttcsshh... Desahan dan erangan kami beradu selaras dengan gerak adu antara batangnya dan mulutku. Aku terus mengulumnya dan menghisapnya. Aku memainkan buah, batang dan kepala batangnya secara bergantian dengan cepat dan kuat... slrrrpp.. srrlp.. chop..chopp..akhh... Begitulah kira-kira bunyi mulutku ditusuk batang besar Rian. Lalu aku melepaskan kulumanku di batangnya. Aku kembali naik ke bibirnya, menikmati kembali bibirnya yang pendiam. Lalu turun merayapi dada bidang dan putingnya yang kencang.
Uhhmmm.. ehhmm suara kami. Matanya merem melek. Nikmahhhtt... teriaknya tak sampai didengar tetangga. Aku melepaskan lidahku dari puting kirinya. Lalu aku mengambil posisi untuk ditusuk. Kulihat ia sigap menciumi lubangku. Akhh... geli menjalar hebat saat dia menjilatnya. Setelah merasa cukup basah ia bertanya. Apakah aku pernah ditusuk sebelumnya. Aku menjawabnya jujur. Aku berkata agar dia tak perlu khawatir aku kesakitan. "Aku tahan kok." pintaku. "Tapi pake yang palsu sayang." timpalku lagi. mendengar jawabanku Rian tak bingung lagi. Blessssss... langsung nancap... okh.. uhmmm...ehh.. sshhh... aya sayang tusukin aku.. hmm.. lebih kerasan.. ukhh... yesss.. Ok sayang.. aim fakhing yur hass. uhmm yeesss... osshh... shtttcs... ehmm.. keluar masuk.. okh.. engg... ssscct... sctss... ah fak mi darling... kataku memeluknya dan mengulum lidahnya. Okhhh... shhttss.. chopss.. chop..chop..sstts... shh..uhhmm. Desisan, erangan, ciuman dan plok plok lubangku yang penuh dengan batang memuaskannya mengiringi kami menuju puncak kenikmatan. shhhttssd... sayanggg... uhhhmm.. ehhya.. ohh yes.. ohhmm noo.. faks.. fak on fast beb.. ohh ... shh.. hhst.. cc.. ayo.. uhmm.. enghh... ennn...a.. issttt.. hummm... aaa... kuuu.. maa... uuu
crooot
crooot
crrrooottt...
ccrrooott
ccrooot
crroot...
Crrrrooottt... satu tembakan paling nikmat datang di akhir setelah badan kami sama-sama mengginggil sama-sama keluar. Rian terkulai diatas tubuhku. Bibirnya masih menempel di bibirku. Batangnya masih penuh di lubangku. Peluh kami menyatu. Ia mencium keningku sebelum kami terlelap dan berjanji setia setiap malming di rumah nenekku. Kami berdua tidur dalam posisi itu semalaman. Pagi minggunya kami mandi bersama dan mengulanginya lebih lembut di dalam toilet.

Subscribe to receive free email updates:

11 Responses to "Rian Behind The Rain"

  1. Replies
    1. Thanks Mas Fandi. Kalau ada yang kurang, gk usah dipendam Mas, yang penting ada supportnya, admin akan nambah usaha bikin cerita yang lebih bagus lagi.

      Mas Anonymous, :D Kenapa tanda tanya aja mas? Klo jelek yah bilang aja. Sekalian adminnya diajarin yah. Kan kalau tanda tanya gitu aja jadinya adminnya bingung juga. :)

      Delete
    2. halo fan, gw juga punya cerita berseri yang terbit tiap malam jumat http://kumpulancerpengay.blogspot.co.id/

      Delete
  2. Ceritanya bagus tapi kepanjangan, ������

    ReplyDelete
  3. KUNJUNGI http://pejantan.xyz

    ReplyDelete
    Replies
    1. Blognya tidak ditemukan gan. Gimana? Hehehe.. BTW, mungkin nanti kebijakan blog akan berubah. Tapi sekarang sih gak apa-apa kalau agan mau share alamat blog. BTW thanks for visit and read. :)

      Delete
  4. hay guys,,,, cara mau nulis cerita seperti ini bagi mana iya caranya??? mohon info nya buat yg tau...

    thank,, salam manis dari saya DP :-)

    ReplyDelete
  5. halo bro gw juga punya cerita berseri nih terbit tiap malam jumat http://kumpulancerpengay.blogspot.co.id/

    ReplyDelete
  6. Bagus lha...cuma bingung dengan bahasa gw loe..enakan make bahasa biasa..mudah mngerti..
    tp keren juga..salam kenal semua nyq di sini.
    siapa tahu bisa saling chatt atau berteman sehati.
    yuseppermata@gmail.com

    Salam

    ReplyDelete